Custom Search

Rabu, 25 Mei 2011

Sekilas Mengenai Audit Energi

Proses manajemen energi yang efektif haruslah berdasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan dan harus diuraikan secara rinci tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk memberi batasan suatu program manajemen energi di industri, perlu ditentukan secara teliti jenis dan jumlah energi yang digunakan di setiap tingkat proses manufaktur. Oleh karena itu, diperlukan suatu prosedur pencatatan penggunaan energi secara sistimatis dan berkesinambungan. Pengumpulan data kemudian diikuti dengan analisa dan pendefinisian kegiatan konservasi energi yang akan dilaksanakan.

Gabungan antara pengumpulan data, analisa data dan definisi kegiatan konservasi disebut sebagai audit energi.

Jangkauan audit energi dimulai dari survei data sederhana hingga pengujian data yang sudah ada secara rinci, digabungkan dengan uji coba pabrik secara khusus, yang dirancang untuk menghasilkan data baru. Lamanya pelaksanaan suatu audit bergantung pada besar dan jenis fasilitas proses pabrik dan tujuan dari audit itu sendiri.

Survei awal atau Audit Energi Awal (AEA) dapat dilaksanakan dalam waktu satu atau dua hari untuk instalasi pabrik yang sederhana, namun untuk instalasi pabrik yang lebih komplek diperlukan waktu yang lebih lama. AEA terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Survei manajemen energy.

Surveyor (atau auditor energi) mencoba untuk memahami kegiatan manajemen yang sedang berlangsung dan kriteria putusan investasi yang mempengaruhi proyek konservasi.

2. Survei energi (teknis)

Bagian teknis dari AEA secara singkat mengulas kondisi dan operasi peralatan dari pemakai energi yang penting (misalnya boiler dan sistem uap) serta instrumentasi yang berkaitan dengan efisiensi energi. AEA akan dilakukan dengan menggunakan sesedikit mungkin instrumentasi portable. Auditor energi akan bertumpu pada pengalamannya dalam mengumpulkan data yang relevan dan mengadakan observasi yang tepat, sehingga memberikan diagnosa situasi energi pabrik secara cepat.

AEA sangat berguna untuk mengenali sumber-sumber pemborosan energi dan tindakan-tindakan sederhana yang dapat diambil untuk meningkatkan efisiensi energi dalam jangka pendek.

Contoh tindakan yang dapat diidentifikasi dengan mudah ialah hilang atau cacatnya insulasi, kebocoran uap dan udara-tekan, peralatan yang tidak dapat digunakan, kurangnya kontrol yang tepat terhadap perbandingan udara dan bahan bakar di dalam peralatan pembakar. AEA seharusnya juga mengungkapkan kurang sempurnanya pengumpulan dan penyimpanan analisa data, dan area dimana pengawasan manajemen perlu diperketat. Hasil yang khas dari AEA ialah seperangkat rekomendasi tentang tindakan berbiaya rendah yang segera dapat dilaksanakan dan rekomendasi audit yang lebih ekstensif untuk menguji dengan lebih teliti area pabrik yang terpilih.

Audit Energi Terinci (AET) biasanya dilakukan sesudah AEA, dan akan membutuhkan beberapa minggu bergantung pada sifat dan kompleksitas pabrik. Selain mengumpulan data pabrik dari catatan yang ada, instrumentasi portable digunakan untuk mengukur parameter operasi yang penting yang dapat membantu team mengaudit energi dalam neraca material dan panas pada peralatan proses. Uji sebenarnya yang dijalankan serta instrumen yang diperlukan bergantung pada jenis fasilitas yang sedang dipelajari, serta tujuan, luas dan tingkat pembiayaan program manajemen energi.

Jenis uji yang dijalankan selama audit energi terinci mencakup uji efisiensi pembakaran, pengukuran suhu dan aliran udara pada peralatan utama yang menggunakan bahan bakar, penentuan penurunan faktor daya yang disebabkan oleh berbagai peralatan listrik, dan uji sistem proses untuk operasi yang masih di dalam spesifikasi.

Setelah mendapatkan hasil uji, auditor energi menganalisa hasil tersebut melalui suatu kalkulasi dengan menggunakan materi pendukung yang ada (misalnya tabel, bagan). Kemudian gunakan hasil uji tersebut untuk menyusun neraca energi, dimulai untuk setiap peralatan yang diuji dan selanjutnya untuk instalasi pabrik seluruhnya. Dari neraca energi, dapat ditentukan efisiensi peralatan dan menentukan ada tidaknya peluang penghematan biaya energi. Setelah itu pengujian setiap peluang secara lebih rinci, perkiraan biayanya dan manfaat dari pilihan-pilihan yang telah ditentukan.

Dalam beberapa hal, auditor energi tidak dapat memberikan rekomendasi mengenai suatu investasi khusus, mengingat resikonya atau karena total investasinya terlalu besar. Dalam hal ini, auditor energi akan memberikan suatu rekomendasi mengenai studi kelayakan (misalnya penggantian boiler, perubahan tungku pembakaran, penggantian sistem uap air dan perubahan proses).

Hasil akhir AET akan berupa laporan terinci yang memuat rekomendasi disertai dengan manfaat dan biaya terkait serta program pelaksanaannya.

Secara umum cukup sulit untuk menyimpulkan besarnya penghematan yang dapat diidentifikasi melalui audit energi. Namun begitu, penghematan biasanya mendekati jumlah yang cukup berarti, sekalipun melalui audit energi yang paling sederhana. Sebagai petunjuk kasar, audit energi awal diharapkan dapat mengidentifikasi penghematan sebesar 10 persen, yang umumnya dapat dicapai melalui tindakan house keeping pada instalasi pabrik atau tindakan lain yang memerlukan investasi modal kecil. Audit energi terinci seringkali dapat mencapai penghematan sebesar 20 persen atau lebih untuk jangka menengah dan panjang.

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KONSERVASI ENERGI NASIONAL

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI
KONSERVASI ENERGI NASIONAL

oleh DR.Abdul Halim M.Eng

Latar Belakang
Sektor energi merupakan sektor strategis mengingat keterkaitannya dengan ekonomi dan lingkungan. Energi sangat diperlukan guna melaksanakan pembangunan perekonomian, namun dengan tetap mempertimbangkan aspek nlingkungan agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu sumberdaya alam yang ada seharusnya dieksplorasi dan dieksploitasi dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip perlindungan terhadap kesinambungan lingkungan dan ekosistem yang ada.

Dunia kini juga telah bersepakat untuk melakukan kegiatan mengantisipasi gejala pemanasan global (global warming) dengan melakukan banyak perjanjian internasional (termasuk Protokol Kyoto, 1997) serta berbagai upaya lain di bidang teknologi maupun perdagangan untuk menekan kemungkinan terjadinya pemanasan global tersebut. Disadari benar bahwa penyebab terbesar dari persoalan pemanasan global adalah pembakaran bahan bakar fosil (fossil fuels), dan karena itu upaya-upaya untuk menyediakan bahan bakar alternatif yang lebih akrab lingkungan (environmentally friendly) perlu terus diupayakan.

Sebagai negara yang ekonominya sedang tumbuh, konsumsi energi di Indonesia terus meningkat dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat tinggi untuk berbagai jenis bahan bakar, terutama untuk BBM dan tenaga listrik. Selain tingkat pertumbuhan yang tinggi, konsumsi energi di Indonesia ditandai dengan ketergantungan yang sangat besar terhadap bahan bakar fosil (terutama minyak bumi), yang mengakibatkan sangat mahalnya biaya penyediaan energi serta dampak yang tidak sehat terhadap lingkungan. Kebutuhan energi yang tumbuh sangat tinggi di Indonesia belum dapat terlayani dengan baik, terutama karena penyediaan infrastruktur untuk mencari, membangkitkan, dan mendistribusikan energi tersebut belum dapat dilakukan secepat perkembangan permintaan yang terjadi. Akses rakyat terhadap energi juga masih merupakan masalah besar di Indonesia.
Bauran energi (energy mix) yang tidak sehat secara nasional di Indonesia memperlihatkan bahwa minyak bumi masih mendominasi pemanfaatan energi nasional Bila melihat kekayaan sumberdaya energi di Indonesia yang beraneka ragam, gejala bauran energi yang tidak sehat yang terus terjadi di Indonesia –termasuk fuel mix yang berbiaya mahal-- sesungguhnya merupakan suatu ironi.

Pada sisi lain potensi energi baru terbarukan yang ada sangat memadai namun belum optimal pemanfaatannya. Potensi panas bumi, mikro hidro, surya dan biomassa belum sepenuhnya dimanfaatkan terutama untuk pembangkit listrik khususnya pada sistem Luar Jawa Madura Bali (Jamali) dan daerah perdesaan, perbatasan dan terpencil. Lebih lanjut berdasarkan intensitas dan elastisitas energi saat ini Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain termasuk Asia dan ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang boros penggunaan energi dan tidak produktif. Namun hal ini harus dicermati lebih jauh mengingat tingkat produktifitas juga terkait dengan penciptaan nilai tambah yang berdimensi multi sektor.

Oleh karena itu saat ini diperlukan langkah-langkah untuk mengembangkan dan memantapkan kebijakan strategis energi yang ada. Salah satunya yang utama adalah konservasi energi. Kebijakan konservasi bertujuan memelihara kelestarian sumber daya yang ada melalui penggunaan sumber daya secara bijaksana bagi tercapainya keseimbangan antara pembangunan, pemerataan dan pengembangan lingkungan hidup. Upaya konservasi energi diarahkan untuk meningkatkan pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Dalam hubungan dengan itu akan dikembangkan penggunaan teknologi produksi dan penggunaan energi yang lebih efisien dari segi teknis, ekonomis dan kesehatan lingkungan. Usaha konservasi energi harus didukung dan dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan dari semua sektor. Untuk menunjang kebijakan ini perlu disusun pengaturan pelaksanaan secara praktis dan mudah agar tujuan konservasi dapat dicapai secara optimal.

Pertumbuhan Ekonomi Dan Konsumsi Energi Nasional
Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan konsumsi energi nasional. Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sudah menunjukkan tanda-tanda pulih walaupun belum sampai pada tingkat pertumbuhan sebelum terjadinya krisis. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 1995 sempat mencapai angka tertinggi sebesar 8,22 % dan menurun sedikit pada tahun 1996 menjadi 7,82 %. Karena badai krisis keuangan Asia, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun manjadi 4,70 % pada tahun 1997 dan ambruk ke titik terendah pada tahun 1998 menjadi -13.13%. Setelah itu pertumbuhan ekonomi Indonesia perlahan-lahan mulai bangkit.

Dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan kekuatan ekonomi Indonesia yang mampu menahan krisis keuangan global pada akhir 2008, kondisi ekonomi Indonesia diklaim sebagai salah satu yang terbaik di dunia saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 sebesar 4,5%.

Dengan modal kondisi ekonomi yang ada saat ini dan upaya-upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi politik, keamanan, sosial, iklim usaha/investasi dalam negeri, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi. Pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2009 lalu telah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2010 sebesar 5,5-5,6%, pada 2011 mencapai 6,0-6,3%, pada 2012 mencapai 6,4-6,5%, pada 2013 mencapai 6,7-7,7% dan pada 2014 diprediksikan mencapai 7,0-7,7%. Suatu tingkat pencapaian yang sangat tinggi yang membutuhkan kesiapan pasokan energi yang besar.

Pertumbuhan ekonomi meningkatkan pertumbuhan konsumsi energi. Kesimpulan ini berlaku juga bagi Indonesia. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5,19 % dari tahun 2001 sampai dengan 2008, pertumbuhan pasokan energi primer nasional rata-rata meningkat sebesar 4,29 % dan konsumsi energi final nasional rata-rata meningkat sebesar 2,93 %.

Proyeksi kedepannya didapatkan bahwa pertumbuhan konsumsi energi Indonesia akan terus meningkat. Peningkatan ini didorong tidak hanya oleh pertumbuhan jumlah penduduk tetapi didorong oleh target-target pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data-data draft kebijakan energi nasional yang dikeluarkan oleh DEN, konsumsi energi perkapita Indonesia terus meningkat dan PDB per kapita juga meningkat. Tetapi terlihat pada tabel berikut bahwa pertumbuhan konsumsi energi primer dan final Indonesia terus menurun. Ini dapat mengindikasikan maksud dari perencana energi nasional untuk melaksanakan program konservasi energi.

Dengan kondisi pelaksanaan kebijakan konservasi energi yang jalan di tempat, perlu dilakukan penataan dan penguatan kebijakan konservasi energi nasional. Dengan melakukan penataan, penguatan dan upaya keras dalam pelaksanaan, maka diharapkan kebijakan konservasi energi memberikan hasil yang sangat signifikan baik pada ekonomi nasional, pelestarian lingkungan, peningkatan daya saing dan peningkatan kemampuan SDM Indonesia.

Sebelum melakukan pengembangan, prinsip-prinsip berikut perlu dipahami :
a. Hemat yang merupakan inti dari kebijakan konservasi energi adalah perilaku yang harus selalu ada apakah pada saat energi berlimpah apalagi pada saat krisis.
b. Dalam prinsip agama, perilaku hemat selalu ditekankan tidak bergantung apakah dia organisasi/orang yang mampu atau tidak mampu.
c. Tanggung jawab hemat pada orang yang mampu akan lebih besar dibandingkan orang yang tidak mampu

Selain itu ada faktor-faktor eksternal yang muncul saat ini yang dapat menjadi pendukung penataan, penguatan dan pengokohan pelaksanaan kebijakan konservasi energi. Faktor-faktor tersebut adalah :
  1. Isu lingkungan telah menjadi isu negara-negara di dunia. Konservasi energi menjadi salah satu kebijakan yang mendukung pemecahan isu pemanasan global.
  2. Isu lingkungan telah menjadi competitive advantage bagi perusahaan-perusahaan yang mau bersaing dalam ekonomi bebas saat ini. Green company, green product, green building,green ICT dan lain-lain adalah jargon-jargon yang telah dipakai untuk menarik konsumen.
  3. Komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi GRK yang dicanangkan di Kopenhagen dan telah diketahui masyarakat internasional
  4. Suasana psikologis masyarakat Indonesia yang menjadi korban fenomena alam mendukung program aksi yang mencintai lingkungan.

Fokus

  1. Kebijakan konservasi energi difokuskan pada upaya penghematan energi dari hulu sampai hilir dan penghematan energi oleh end user secara rasional dan sistimatis. Kebijakan konservasi energi dipisahkan dengan kebijakan konsrvasi sumber daya energi.
  2. Implementasi kebijakan konservasi energi difokuskan terlebih dahulu pada sektor industri dan komersial. Ini tidak berarti yang lain diabaikan.
  3. Target program diarahkan pada industri dan pengelola bisnis yang layak menerapkan program konservasi energi

Penataan
  1. Kebijakan konservasi energi bermuara pada upaya yang berkelanjutan untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi yang efisien energi, mengaplikasikan sistem yang efisien energi dan melakukan perubahan perilaku masyarakat menjadi perilaku hemat energi.
  2. Pemanfaatan teknologi yang efisien dilakukan dalam seluruh rangkaian proses dari hulu-hilir sampai pemanfaatan energi oleh pengguna akhir
  3. Pengaplikasian sistem yang efisien energi dilakukan dalam seluruh metode kerja yang meminimalisir penggunaan/pembuangan energi.
  4. Tujuan kebijakan konservasi energi adalah untuk menjaga kelestarian alam, mengoptimalkan sumber daya energi dan menciptakan budaya hemat energi dalam bingkai kemandirian teknologi, kemandirian finansial dan kemandirian sumber daya manusia
  5. Kebijakan konservasi energi perlu didukung dengan kebijakan pengembangan teknologi dan produk, kebijakan pembinaan masyarakat industri pengguna dan pemanfaat, kebijakan informasi dan edukasi, semua kebijakan sektoral (kebijakan industri, transportasi, tata ruang, bangunan, keuangan dan lain-lain), kebijakan perencanaan pembangunan, kebijakan finansial.
  6. Sasaran yang detil perlu ditetapkan untuk sektor industri dan komersial.
  7. Program-program konservasi untuk sektor industri dan komersial bersifat mandatory
  8. Penataan regulasi perlu dilakukan dengan tetap memakai payung UU No. 30 tahun 2007 tentang energi dan PP No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi
  9. Penataan institusi pembuat dan pelaksana kebijkan menjadi bagian yang penting juga saat ini.

MENGENAL CRITICAL RAW MATERIAL (CRM) – 10: MINERAL PEMBAWA LTJ (RARE EARTH)

Denny Noviansyah Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) adalah 17 unsur dalam kelompok lantanida yang terdapat dalam tabel u...